Posted on

Mengapa Banyak Mahasiswa Mengalami Gangguan Kesehatan Mental?

Kesehatan mental mahasiswa menjadi perhatian global yang semakin mendesak. Di berbagai negara, kampus menghadapi lonjakan kasus kecemasan, depresi, hingga burnout. Sebuah survei oleh Wiley pada 2024 menemukan bahwa lebih dari 80% mahasiswa mengalami masalah emosional, dengan 58% di antaranya melaporkan penurunan kesehatan mental dan emosional .

Fenomena ini tidak hanya terjadi di negara maju. Di Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya, mahasiswa menghadapi tekanan serupa, diperparah oleh akses terbatas terhadap layanan kesehatan mental. Artikel ini membahas penyebab utama krisis ini, dampaknya, serta langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengatasinya.


1. Tekanan Akademik dan Beban Studi

Tekanan akademik merupakan salah satu pemicu utama gangguan kesehatan mental di kalangan mahasiswa. Harapan untuk meraih nilai tinggi, mempertahankan beasiswa, dan merencanakan masa depan menciptakan stres yang signifikan. Banyak mahasiswa mengaitkan harga diri mereka dengan prestasi akademik, sehingga kegagalan kecil pun dapat memicu kecemasan dan depresi .


2. Isolasi Sosial dan Kesepian

Meskipun kampus adalah tempat bertemu banyak orang, banyak mahasiswa merasa kesepian. Perpindahan dari lingkungan keluarga ke lingkungan baru tanpa dukungan sosial yang kuat dapat menyebabkan perasaan terisolasi. Sebuah survei oleh Active Minds dan Timelycare menunjukkan bahwa 64% mahasiswa mengalami kesepian di universitas .


3. Stres Finansial

Biaya pendidikan yang tinggi dan kebutuhan hidup sehari-hari menjadi sumber stres bagi banyak mahasiswa. Di Eropa, biaya kuliah rata-rata mencapai €7.000 per tahun, belum termasuk biaya hidup . Di Indonesia, meskipun biaya kuliah relatif lebih rendah, banyak mahasiswa mengeluhkan kekurangan biaya untuk memenuhi kebutuhan, dan pada akhirnya juga menambah beban mereka.


4. Pengaruh Media Sosial

Media sosial dapat menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, ia memungkinkan koneksi dan informasi; di sisi lain, dapat menyebabkan perbandingan sosial yang tidak sehat. Mahasiswa sering merasa tidak cukup baik ketika membandingkan diri dengan kehidupan “sempurna” yang ditampilkan di media sosial, yang dapat memicu kecemasan dan depresi .


5. Kurangnya Akses ke Layanan Kesehatan Mental

Banyak universitas belum menyediakan layanan kesehatan mental yang memadai. Di Inggris, misalnya, jumlah mahasiswa yang melaporkan masalah kesehatan mental meningkat dari 6% menjadi 16% antara 2016 dan 2023, namun layanan dukungan tidak berkembang seiring peningkatan tersebut . Di Indonesia, stigma terhadap kesehatan mental dan keterbatasan sumber daya membuat banyak mahasiswa enggan mencari bantuan.


6. Dampak Pandemi COVID-19

Pandemi COVID-19 memperburuk krisis kesehatan mental. Pembelajaran jarak jauh, isolasi sosial, dan ketidakpastian masa depan meningkatkan tingkat kecemasan dan depresi di kalangan mahasiswa. Sebuah laporan oleh Wiley menunjukkan bahwa mahasiswa merasa kesehatan mental mereka memburuk akibat pandemi .


7. Dampak Kesehatan Mental yang Buruk

Gangguan kesehatan mental dapat memengaruhi berbagai aspek kehidupan mahasiswa:

  • Akademik: Kesulitan berkonsentrasi, menurunnya motivasi, dan absen dari kelas.
  • Sosial: Menarik diri dari pergaulan, konflik dengan teman atau keluarga.
  • Fisik: Gangguan tidur, kelelahan, dan masalah kesehatan lainnya.
  • Karier: Ketidakpastian masa depan dan kurangnya kesiapan memasuki dunia kerja.

9. Strategi Mengatasi dan Mendukung Kesehatan Mental Mahasiswa

Untuk mengatasi krisis ini, diperlukan pendekatan holistik:

a. Peningkatan Layanan Kesehatan Mental di Kampus

Universitas harus menyediakan layanan konseling yang mudah diakses dan bebas stigma. Program seperti kelompok dukungan sebaya dan pelatihan kesadaran kesehatan mental dapat membantu.

b. Edukasi dan Kesadaran

Meningkatkan kesadaran tentang pentingnya kesehatan mental melalui seminar, workshop, dan kampanye dapat mengurangi stigma dan mendorong mahasiswa mencari bantuan.

c. Dukungan Finansial

Beasiswa, bantuan keuangan, dan program kerja paruh waktu yang fleksibel dapat mengurangi beban finansial mahasiswa.

d. Pengelolaan Media Sosial

Mengajarkan literasi digital dan penggunaan media sosial yang sehat dapat membantu mahasiswa menghindari perbandingan sosial yang merugikan.

e. Keterlibatan Keluarga dan Komunitas

Dukungan dari keluarga dan komunitas dapat memberikan rasa aman dan membantu mahasiswa mengatasi tantangan.


Krisis kesehatan mental di kalangan mahasiswa adalah masalah kompleks yang memerlukan perhatian serius dari semua pihak. Dengan memahami penyebabnya dan mengambil langkah proaktif, kita dapat menciptakan lingkungan kampus yang mendukung kesejahteraan mental mahasiswa.